DAMPAK PEMUKIMAN KUMUH DI BANTARAN SUNGAI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apa
yang kalian fikirkan tentang Pemukiman dipinggiran bantaran sungai?
Kumuh ? kotor? Tidak ada nilai
estetika? Ya. Itu semua benar. Lalu,
kenapa harus dibantaran sungai ? karena, Hampir sekian persen orang – orang
yang tinggal dipinggiran bantaran sungai itu disebabkan oleh tidak adanya
kepemilikkan tanah yang sah. Sehingga mau tidak mau mereka harus tinggal
dipinggiran bantaran sungai. Kondisi alam akan terus mengkhawatirkan sebagai
dampak dari pembangunan yang kurang terarah. Kondisi negative yang dapat
ditimbulkan akan bermacam – macam . Bukan hanya sudut sosial yang lebih
diperhatikan saja tetapi dari sudut lingkungan pun mampu membuat beberapa orang
meringis melihat nya dan pemerintah menggelengkan kepalanya tanda ia harus
segera turun tangan .
Dampak dari pemukiman dibantaran sungai sendiri adalah
menimbulkan masalah alam , seperti; kurang nya arena hijau, timbulnya berbagai
macam penyakit , lingkungan kumuh dan kotor , suhu lingkungan tinggi dan resiko
banjir yang persentase nya sangat besar.
Oleh karena itu,
warga khususnya yang berada di daerah bantaran sungai perlu terus didorong
untuk mendukung dan menyikapi bijak gagasan tentang program yang akan
dilaksanakan demi membuat pemukiman didaerah bantaran sungai lebih baik.
Bukan hanya peran pemerintah
saja yang dibutuhkan untuk menangani semua ini. Akan tetapi, sarjana lulusan
teknik sipil pun diperlukan untuk menyalurkan ide dan kemampuan mereka dalam
membenahi daerah bantaran sungai yang tadinya kumuh lalu siap disulap menjadi
area terbuka hijau yang akan membawa manfaat banyak untuk semua pihak dan juga
membangun kawasan baru untuk memindahkan masyarakat yang tadinya tinggal di
daerah bantaran sungai yang tentunya akan menjadi lebih layak dan nyaman.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Masalah-masalah yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh
Kawasan bantaran sungai adalah hal yang seringkali luput
dari perhatian pemerintah. Sungai hanya menjadi halaman belakang kota,
terabaikan, dan jarang tersentuh. Akibatnya pemukiman kumuh tumbuh berkembang
secara liar di pinggir sungai. Penduduknya merupakan kaum pendatang ataupun
penududuk asli kota yang tak mampu membeli rumah secara layak. Pemukiman ini
sangat tidak tertata, sanitasinya buruk, dan akses yang ala kadarnya.Keberadaan
lingkungan kawasan permukiman kumuh pun membawa permasalahan baru, seperti
perkembangan fisik kota yang tidak baik, memberikan efek visual yang jelek,
tingkat kesehatan masyarakat yang semakin rendah sebagai akibat dari kondisi
permukiman yang tidak sesuai dengan standar kesehatan dan memberikan dampak
sosial dan ekonomi masyarakat yang buruk.
Permasalahan kawasan permukiman kumuh yang terjadi di setiap
wilayah perlu segera dilakukan penanganan sehingga tercapai suatu lingkungan
permukiman yang sehat dan layak huni serta berkualitas. Pentingnya penanganan
permasalahan permukiman kumuh ini, sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam UU
No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman bahwa penataan perumahan dan
permukiman bertujuan untuk (1) Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu
kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
manusia; (2) Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman serasi dan teratur.
Penduduk
di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar
belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan
adaptasi lingkungan yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba
marjinal ini ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku
penduduk penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan
sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis
penipuan.
Terjadinya
perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan
sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena
menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota
tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka. Mereka pada
umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak,
disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak
menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya
adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur,
kekurangan dan semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut
untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat
kesehatan.
Untuk yang
khusunya tinggal di Ibu Kota Indonesia, Jakarta. Tentunya sudah tidak asing
lagi mendengar tempat yang bernama Kali Ciliwung. Ya, tempat yang selalu
dikeluhkan oleh sebagian masyarakat (terutama kalangan menengah keatas) karena
tempatnya yang kotor, dan tidak berbau sedap. Namun, bagi sebagian masyarakat
yang kurang beruntung (kalangan menengah kebawah), bantaran Kali Ciliwung ini
bisa dimanfaatkan sebagai tempat tinggal mereka. Mereka tinggal disana bukan
karena keinginan mereka, namun keadaan merekalah yang memaksa untuk tinggal
disana. Kebanyakan mereka tinggal disana karena tidak memiliki ekonomi yang
memadai untuk membeli sebidang tanah lalu membangun tempat tinggal sendiri.
Padahal dengan mereka tinggal di tempat tersebut (tempat yang kumuh), mereka
akan membutuhkan biaya medis yang lebih dari biasanya, karena tempat yang
kurang sehat. Bisa kita lihat di Kali Ciliwung banyak sampah yang menumpuk,
dari mulai sampah organik, sampah nonorganik, limbah pabrik, dan lain-lain.
Maka dari itu, tidak heran jika di tempat tersebut merupakan daerah rawan
banjir yang sangat membahayakan nyawa warga yang tinggal di sekitar bantaran
Kali Ciliwung.
Masalah yang terjadi akibat adanya permukiman kumuh ini, khususnya
dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor,
planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan
kebakaran sering melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa kehidupan
penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan mereka
yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan. Secara umum permasalahan
yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah :
1.
ukuran
bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni.
2.
rumah
yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya
kebakaran.
3.
sarana
jalan yang sempit dan tidak memadai.
4.
tidak
tersedianya jaringan drainase.
5.
kurangnya
suplai air bersih.
6.
jaringan
listrik yang semrawut.
7.
fasilitas
MCK yang tidak memadai.
2.2 Mengatasi
Pemukiman Kumuh.
Kemiskinan merupakan salah
satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya
kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin
serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan
institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat
diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha
perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Menurut Cities Alliance (lembaga
internasional yang menangani hibah, pengetahuan dan advokasi untuk kepentingan
peningkatan permukiman kumuh di dunia) ada beberapa hal yang dapat dilakukan
pemerintah untuk mencegah pertumbuhan permukiman kumuh baru yaitu:
- Kepastian bermukim . Hak atas tanah adalah hak
individu atau kelompok untuk menghuni atau menggunakan sebidang tanah. Hak
atas tanah dapat berupa hak milik atau hak sewa. Kejelasan hak atas tanah
memberikan keyakinan akan masa depan – rasa aman karena kejelasan hak
(sewa ataupun milik) akan meningkatkan kestabilan jangka panjang dan
mengakibatkan penghuni berkeinginan berinvestasi untuk peningkatan
kualitas rumah dan lingkungan mereka. Perbaikan secara bertahap oleh
masyarakat dapat meningkatkan kualitas komunitas. Perlu ada kerangka kerja
yang jelas tentang kepastian bermukim. Seringkali masyarakat permukiman
kumuh menghadapi berbagai hambatan untuk memiliki atau memperoleh
kejelasan hak atas tanah dan hak atas hunian yang layak. Pasar tanah pada
umumnya agak disfungsional dan peraturan yang ada menyulitkan pemerintah
daerah untuk mencari tanah terjangkau dan berada di lokasi yang strategis
bagi penghuni permukiman kumuh yang padat. Pengendalian tanah seringkali
terkait dengan kekuatan politik dan korupsi, sehingga menyulitkan memperoleh
informasi tentang penguasaan dan kepemilikan tanah, penggunaan dan
ketersediaan tanah.
- Mendapatkan hak segabai warga kota. Masyarakat
yang tinggal di permukiman kumuh adalah bagian dari penduduk perkotaan,
dan seharusnya mempunyai hak yang sama atas kesehatan dan pelayanan dasar
kota. Hak ini seringkali dibatasi oleh kemampuan pemerintah dalam
mewujudkan pelayanan dasar ini. Proses merealisasi hak penghuni permukiman
kumuh tergantung pada kapasitas mereka untuk berinteraksi dengan
pemerintah. Salah satu kunci adalah menciptakan ‘ruang’ dimana masyarakat
permukiman kumuh dan pemerintah dapat saling berdialog tentang
peluang-peluang meningkatkan komunitas permukiman kumuh. Melalui dialog,
setiap pihak dapat meletakkan hak dan tanggung jawab, serta merancang
program peningkatan permukiman kumuh yang lebih responsif terhadap
kebutuhan masyarakat. Apabila proses ini tidak dipahami oleh masyarakat
dan pemerintah, maka akan sulit program ini berhasil.
Pemerintah juga telah membentuk
institusi yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tugas Pokok
dan Fungsi Bappenas diuraikan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan
Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas
pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam struktur organisasi, proses
pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional, serta komposisi sumber daya
manusia dan latar belakang pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas
dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi
yang masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu. Yang di usahakan adalah:
perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi, pembangunan prasarana,
pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional dan sumber daya alam,
pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan administrasi negara, kerja
sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang pembangunan, pusat data dan informasi
perencanaan pembangunan, pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan perencanaan
pembangunan (pusbindiklatren), program pembangunan nasional (propenas), badan
koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan nasional,
hubungan eksternal.
Warga kumuh kerap digusur, tanpa
adanya solusi bagi mereka selanjutnya. Seharusnya, pemerintah bisa
mengakomodasi hal ini dengan melakukan relokasi ke kawasan khusus. Dengan
penyediaan lahan khusus tersebut, pemerintah bisa membangun suatu kawasan
tempat tinggal terpadu berbentuk vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan
untuk disewakan kepada mereka. Namun, pembangunan rusun tersebut juga harus
dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat ibadah, dan pasar
yang bisa diakses hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan kendaraan.
Bangunan harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan banyak lahan.
Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga
masyarakat tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat
harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau tersebut.
Pemerintah dapat menerapkan program
rekayasa sosial, di mana tidak hanya menyediakan pembangunan secara fisik,
tetapi juga penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mereka
dapat belajar survive. Perlu dukungan penciptaan pekerjaan yang bisa membantu
mereka survive, misalnya dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang membantu
mereka untuk mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk
kebutuhan hidup.
Dan juga Tuhan menciptakan manusia
dengan anugerah imajinasi yang hebat dan luas serta mampu mewujudkan imajinasi
tersebut secara nyata. Salah satu imajinasi yang sangat mampu membantu bagi
masyakarat maupun pemerintahan sekarang adalah imajinasi tentang kota masa
depan. Kota masa depan tidak hanya didapatkan dengan cara membuat gedung gedung
pencakar langit ditengah kota saja. Akan tetapi, kota masa depan juga ela kita
buat untuk dibantaran sungai. Sehingga, disetiap sudut kota tidak elative
tempat yang terlantar atau orang – orang yang mendapatkan hunian rumah yang
tidak pantas.
Kondisi tanah dan lingkungan sangat
berperan dalam pembangunan kota masa depan. Kenapa? Karena dalam membuat suatu
bangunan yang kemungkinan harus bertahan sekitar 10 – 20 tahun kedepan kita
harus mempikirkan nya secara matang. Selain dari kondsi tanah dan lingkungan
kita pun harus memperhatikan dan mempikirkan dari sudut elati mereka yang
tinggal dibantaran sungai.
Banyak sekali dari kita yang mempu
merubah pemukiman didekat bantaran sugai menjadi kota masa depan. Hanya saja,
banyak dari kita yang tidak peduli karena sudah lelah dengan janji – janji
pemerintah.
Jika pemerintah tidak ela mewujudkan
nya, mengapa tidak lulusan sarjana teknik sipil dan arsitektur yang membantu
untuk mewujudkan kota masa depan itu?. Lalu, bagaimana dengan dana untuk
membuat kota masa depan?.
Secara logika dan rasional teknik
sipil dan arsitektur ela membantu membuat kota masa depan untuk pemukiman
dibantaran sungai dan menjadikan kota itu kota yang mempunyai nilai estetika
yang patut dipuji. Akan tetapi, kedua profesi itu tidak ela berjalan dengan
semestinya jika tidak ada izin dari pemerintahan. Masalah dana? Negara
mempunyai pendapatan Negara yang seharus nya cukup bahkan lebih untuk membuat
kota masa depan dibantaran sungai yang luas bahkan lebarnya tidak terlalu
seberapa.
Sayang nya, pemerintah tidak terlalu
memikirkan kedepan nya. Sehingga penduduk disekitar pemukiman bantaran sungai
hanya ela menghela nafas dan lelah dengan sikap pemerintah yang hanya membuat
isu – isu dan isu saja.
Lingkungan bantaran sungai ela kita lihat biasanya berisi
pemukiman – pemukiman padat penduduk. Akses area yang sempit yang membuat
siapapun yang akan kesana mungkin akan berpikir dua kali.
Faktor terjadinya permukiman kumuh
atau factor yang menyebabkan adanya pemukiman dibantaran sungai adalah:
o
Pola elat penduduk
o
Faktor migrasi dan urbanisasi
o
Faktor lahan diperkotaan
o
Faktor elati dan ekonomi
o
Faktor elati dan budaya
o
Faktor tata ruang
o
Faktor pendidikan
Rusunami menjadi salah satu dari
sekian ide untuk kota masa depan yang akan diwujudkan nanti nya. Rusunami tidak
memerlukan tanah yang begitu lebar karena rusunami pada umum nya pembangunan
yang diciptakan nya secara elative atau keatas. Kesimpulan dari program
rusunami ini yaitu, fasilitas atau kemudahan yang memang bertujuan positif bagi
masyarakat karena mencerminkan lingkungan yang layak huni.
Selain solusi rusunami mungkin jika
pemerintah kali ini tidak sanggup turun tangan. Dengan terpaksa solusi lain nya
mungkin dengan menjadikan kawasan sungai menjadi objek wisata sehingga tidak
aka nada pembangunan secara illegal.
Jika kita menengok kebelakang tentu sungai merupakan salah satu citra
dari peradaban.
Masyarakat harus ikut dilibatkan
dalam mengatasi permukiman kumuh di perkotaan. Karena orang yang tinggal di
kawasan kumuhlah yang tahu benar apa yang menjadi masalah, termasuk solusinya.
Jika masyarakat dilibatkan, persoalan mengenai permukiman kumuh ela segera
diselesaikan. Melalui kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui
secara persis elativet dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam
mengatasi permukiman kumuh. Dalam mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada
intervensi dari elati, terutama untuk menilai program yang disampaikan
masyarakat sudah sesuai sasaran atau harus ada perbaikan. Permukiman
kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata tetapi yang
lebih penting mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di kawasan kumuh.
Jadi masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar tetap bersih, rapi,
tertur dan indah. Sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman, tertip, dan
asri.
2.3 Analisis
·
Vitalitas Non Ekonomi, Kawasan Vitalitas Non Ekonomi
merupakan gambaran mengenai kelayakan kawasan permukiman tersebut apakah masih
layak sebagai kawasan permukiman atau sudah tidak sesuai lagi. Kondisi
Vitalitas ini melihat kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan terhadap RDTRK,
kondisi fisik bangunan dan kondisi kependudukan. Kawasan kumuh di wilayah
perencanaan dapat dikategorikan menjadi beberapa kriterian sesuai dengan letak
daerah tersebut. Kategori tersebut antara lain kawasan kumuh pinggiran/bantaran
sungai dan kawasan kumuh dalam permukiman.
·
Kondisi Fisik Bangunan, Kondisi fisik bangunan ini terkait
dengan kepadatan bangunan, jarak antar
bangunan dan kualitas bangunan. Kondisi fisik ini sangat terkait dengan
kelayakan hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat di dalam kawasan
tersebut.
·
Kepadatan
Bangunan, Kepadatan bangunan di kawasan kumuh termasuk tinggi dengan indikasi
kerapatan antar bangunan. Ada beberapa daerah yang termasuk kawasan kumuh yang
memiliki kepadatan yang tidak tinggi
tetapi karena elati lain seperti kualitas hunian, infrastruktur dan lainnya
yang tidak memadai sehingga kawasan
tersebut termasuk ke dalam kawasan kumuh.
·
Jarak
Antarbangunan, Jarak antar bangunan di kawasan kumuh sangat dekat antara satu
dengan bangunan lainnya. Bahkan terdapat bangunan yang berbatasan langsung
dengan sirkulasi di kawasan.
·
Kualitas
Bangunan, Kualitas bangunan di kawasan kumuh sebagian besar bangunan dengan
kondisi rumah tidak layak. Kondisi ini terlihat dari bahan dan konstruksi bangunan
yang sudah tidak layak. Bangunan di kawasan kumuh kebanyakan bangunan dengan
menggunakan material kayu dan papan. Konstruksi bangunan terlihat tidak layak
dengan pondasi, dinding dan juga bagian atap yang sudah banyak kerusakan.
·
Kondisi
Kependudukan, Kondisi penduduk di kawasan kumuh di wilayah perencanaan memiliki
kepadatan yang sangat tinggi hal ini ditandai dengan hunian yang ditempati
rata-rata 4-8orang/rumah. Satu rumah ela ditempati lebih dari satu KK. Hal ini
terjadi karena kondisi perekonomian masyarakat di wilayah perencanaan sangat
rendah sehingga tidak memungkinkan memiliki rumah terutama untuk anak-anak
mereka.
·
Vitalitas
Ekonomi, VitalitasEkonomi lebih melihat tingkat kepentingan kawasan terhadap
sasaran program penanganan kawasan kumuh. Vitalitas ekonomi ini melihat tingkat
kepentingan dan fungsi kawasan serta jarak tempat kerja masyarakat kawasan
kumuh.
·
Tingkat
kepentingan dan fungsi kawasan, Beberapa daerah di kawasan kumuh kurang
memiliki kepentingan terhadap kawasan lain. Tetapi ada beberapa daerah yang
memiliki fungsi terhadap kawasan lain seperti di daerah Rasau sebagai pensuplai
bahan pangan hasil pertanian, daerah Sungai Kakap dengan hasil perikanan dan
perkebunan (buah-buahan), Ambawang dengan perkebunan (sawit dan karet) dan
Sungai Raya sebagai pusat pemerintahan.
·
Jarak
tempat mata pencaharian, Sebagian besar masyarakat di kawasan kumuh bekerja
sebagai buruh harian, petani dan nelayan dengan jarak ke tempat kerja elative
jauh dari tempat tinggal. Hanya beberapa warga yang bekerja dekat dengan tempat
tinggal mereka seperti pengrajin di daerah Mega Timur.
·
Status
Tanah, Status tanah sebagai mana tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 1990 tentang
Peremajaan Permukiman Kumuh adalah merupakan hal penting untuk kelancaran dan
kemudahan pengelolaannya. Kemudahan pengurusan masalah status tanah dapat
menjadikan jaminan terhadap ketertarikan investasi dalam suatu kawasan
perkotaan. Pada kawasan perencanaan di daerah pinggiran kota status tanah sudah
banyak yang menjadi hak milik atau SHM. Sedangkan pada daerah pedesaan status
tanah masih banyak yang berupa surat keterangan atau SKT. Adanya program
judikasi membantu masyarakat dalam memiliki tanah SHM.
·
Kondisi
Prasarana dan Sarana, Kondisi prasarana dan sarana akan mempengaruhi permukiman
menjadi kawasan yang kumuh. Kondisi prasarana dan sarana yang kurang memadai
menjadi salah satu penyebab kawasan menjadi kumuh. Kondisi prasarana dan sarana
ini terdiri dari kondisi jalan, drainase, air bersih dan air limbah.
·
Kondisi
jalan, Kondsi jalan kawasan kumuh di wilayah perencanaan bervariasi. Terdapat
jalan dengan kondisi yang baik terutama jalan yang telah mendapat bantuan baik
dari pemerintah maupun pihak swasta. Jalan tersebut biasanya berupa perkerasan
beton. Namun ada berapa jalan yang kondisinya sangat buruk karena belum
mendapat bantuan.
·
Drainase,
Drainase di kawasan kumuh wilayah perencanaan terbagi menjadi dua yaitu kawasan
yang memiliki drainase dan kawasan yang tidak memiliki drainase. Kawasan yang
memiliki drainase banyak terdapat di daerah pinggiran kota, tetapi drainase
yang ada tidak berfungsi dengan baik karena jarang dilakukan pembersihan
sehingga menimbulkan genangan. Sedangkan daerah yang tidak memiliki drainase
terdapat di kawasan yang berada di pinggiran sungai atau berdekatan dengan
sungai. Pada daerah ini drainase tidak dibuat karena sering terjadinya pasang
urut air sungai dan laut.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tumbuhnya permukiman kumuh
adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi
maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini
mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan
pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para
pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk
mempertahankan kehidupan di kota. Terbentuknya pemukiman kumuh dipandang
potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber
timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit
sosial lainnya.
Dan lulusan dari teknik sipil
diharapkan dapat menyalurkan ide dan kemampuan mereka dalam
membenahi daerah bantaran sungai yang tadinya kumuh lalu siap disulap menjadi
area terbuka hijau yang akan membawa manfaat banyak untuk semua pihak dan juga
membangun kawasan baru untuk memindahkan masyarakat yang tadinya tinggal di
daerah bantaran sungai yang tentunya akan menjadi lebih layak dan nyaman.
DAFTAR
PUSTAKA
Refrensi :
https://www.kompasiana.com/alifianorezkaadi/54f9020da3331123098b4dd2/rusunami-solusi-permukiman-bantaran-sungai
Komentar
Posting Komentar